Monolog Obat Batuk
Saya patah hati!
Bukan karena orang. Tetapi dunia.
Saya berang!
Seakan-akan semesta bersekongkol menjatuhkan aku!
Katanya di dunia ini tidak ada yg acak! Katanya semua ada hitungannya, mekanismenya, kemungkinannya.
Lalu apakah kemungkinan yang kau berikan kepadaku itu adil?
Dengarkan pembelaan saya!
Saya tetap bersikeras bergantung kepada hulu yang penuh dengan sampah karena hulu itu simbol dari harapan saya. Apabila saya menarik pegangan saya, harapan saya ikut putus. Ia merupakan sebuah titik terkecil. Titik yang saya harapkan, dari pintu terkecil ke dunia lain itu terbentuk satu kemungkinan. Dunia dimana saya tidak bisa turut serta. Dunia dimana saya disangkal dan diasingkan.
Satu. Saya hanya butuh satu kemungkinan dari jutaan kemungiinan.
Kau tak adil!
Harapanku sedikit namun hukumanku banyak.
Kau tahu macam cintaku. Sila ia masuk surga, tinggalkan aku di neraka! Seluruh dosanya akan kutanggung beserta bunga!
Kau tahu macam egoku. Tak malu minta maaf, tak segan untuk memohon.
Aku cuma ingin dikasihi. Tidak lebih tidak kurang. Mengapa seakan-akan kau anggap aku minta kau menambah sayap pada seekor kuda?
Padahal kasih adalah hak fundamental semua orang. Seperti Oksigen. Gratis!
Kau kejam!
Ingin kutawarkan negosiasi dan sogokan berisi namun aku terlanjur muak kepadamu!
Kubela kau malah kau tampar aku di hadapan pemuka-pemuka agama!
Yang kuinginkan sedikit namun kau beri lebih kepada yang menuntut banyak!
Saya bakar kasih baru tau rasa kau, dunia!
Saya berkemampuan.
Saya berkemampuan untuk menyakiti.
Saya berkemampuan untuk merendahkan.
Saya berkemampuan untuk mengukir mimpi buruk yang tidak akan bisa dilupakan.
Namun saya MEMILIH untuk tidak melakukan.
Tidak kau lihatkah pilihan-pilihanmu untukku?
Semua yg kau hadiahkan hanyalah pupuk tai kambing.
Berguna, namun tak bisa kusimpan lama-lama karna kau merugikan inderaku. Bau Busuk!